Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), indeks harga pangan dunia telah berada di level 159,3 pada Maret 2022. Angka tersebut merupakan level tertingginya sejak 1990.
Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu, indeks harga pangan dunia telah naik 19,15% (year to date/ytd).
Sedangkan jika dibanding posisi Maret 2021, indeks harga pangan bahkan telah melonjak 33,6% (year on year/yoy).
Dari 5 komponen indeks harga pangan dunia, komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi pada Maret 2022 adalah minyak sayur atau minyak nabati, yakni sebesar 39,27% (ytd) atau 56,05% (yoy).
Komoditas yang mencatat kenaikan terbesar berikutnya adalah serealia, yakni sebesar 21,09% (ytd) atau 37,3% (yoy).
Diikuti susu atau produk olahannya (dairy) yang naik sebesar 12,58% (ytd) atau 23,6% (yoy).
Untuk harga gula sepanjang tahun ini hanya naik 1,27% (ytd), namun jika dibandingkan dengan harga setahun lalu telah naik 22,57% (yoy).
Sementara harga daging tercatat sudah naik 8,03% (ytd) atau 19,04% (yoy).
Bagaimana di Indonesia?
Meski masih cukup terkendali, harga makanan, minuman, dan tembakau di Indonesia juga sudah menunjukkan kenaikan.
Kenaikan itu tergambar dari inflasi makanan, minuman, dan tembakau pada Maret 2022 yang mencapai 1,79% (ytd) atau 3,59% (yoy).
Angka tersebut sudah lebih tinggi dibanding tingkat inflasi umum yang hanya 1,2% (ytd) atau 2,64% (yoy).
Sebelum inflasi makanan ini terjadi, ketahanan pangan Indonesia juga sedang berada dalam posisi melemah. Hal ini tercermin dari turunnya skor Global Food Security Index (GFSI) Indonesia, yang melemah dari level 61,4 pada 2020 menjadi 59,2 pada 2021.
Menurut penilaian GFSI, sepanjang 2021 harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Namun, infrastruktur pertanian pangan Indonesia dinilai masih di bawah rata-rata global. Standar nutrisi dan keragaman makanan pokok juga masih dinilai rendah.
GFSI juga menilai sumber daya alam Indonesia memiliki ketahanan yang buruk karena belum dilindungi kebijakan politik yang kuat, serta rentan terpapar bencana terkait perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan pencemaran lingkungan.
(Baca: Anggaran Ketahanan Pangan 2022 Dipangkas Hampir Rp7 Triliun)