Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia yang juga merupakan anggota G20. Namun, Indonesia selalu mengalami defisit dalam berdagang dengan Negeri Tirai Bambu tersebut selama 14 tahun terakhir, yakni sejak 2008.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, perdagangan Indonesia-Tiongkok sepanjang Januari-November 2021 mencapai US$ 89,35 miliar atau setara Rp 1,41 kuadrliun dengan kurs Rp 14.340 per US$. Dengan rincian, nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok sebesar US$ 48,44 miliar, sedangkan nilai impor Indonesia dari Tiongkok mencapai US$ 49,91 miliar.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok periode Januari-September tahun lalu mengalami defisit US$ 1,48 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut mengalami penurunan 78,77% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 7,96 miliar.
Melihat trennya, perdagangan Indonesia dengan Tiongkok mengalami peningkatan. Namun, defisit perdagangannya juga semakin melebar. Defisit neraca perdagangan Indonesia dengan mitra dagang terbesarnya tersebut mencapai nilai terdalam pada 2018, yakni sebesar US$ 18,4 miliar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok US$ 51,11 miliar sepanjang Januari-Desember 2021. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 23,31% dari total ekspor nonmigas nasional. Sementara nilai impor Indonesia dari Tiongkok US$ 55,74 miliar pada periode yang sama. Nilai tersebut mencapai 32,66% dari total impor nonmigas Indonesia.
(Baca: Ekspor Nonmigas RI ke Tiongkok Melesat 70,71% Sepanjang 2021)