75,5% Orang Indonesia Tidak Tahu Soal Buzzer di Media Sosial


Nama Data | Nilai |
---|---|
Tidak tahu | 75,5 |
Penyebar hoaks | 3,3 |
Penggiring opini | 3,3 |
Pengirim berita | 3 |
Pengacau | 3 |
Penyebar isu | 2,1 |
Penarik perhatian | 1,1 |
Penyebar berita politik | 1 |
Pendukung pemerintah | 0,7 |
Lainnya | 7 |
- A Font Kecil
- A Font Sedang
- A Font Besar
Survei KedaiKopi terbaru menemukan 75,5% responden tidak tahu apa yang dimaksud dengan buzzer atau pendengung di media sosial. Sementara itu, 3,3% responden menganggap buzzer adalah penyebar hoaks.
Kemudian, 3,3% responden lainnya menjawab buzzer adalah penggiring opini di media sosial. Lalu, sebanyak 3% menganggap buzzer sebagai orang yang sering mengirim berita dan 3% lainnya menganggap mereka pengacau.
Selanjutnya, 2,1% responden menganggap buzzer sebagai penyebar isu-isu tertentu, 1,1% responden menganggap buzzer sebagai penarik perhatian di media sosial, dan 1% penyebar berita politik.
Mengutip Katadata, keberadaan buzzer di Indonesia tercatat dalam riset Universitas Oxford yang berjudul The Global Disinformation Order: 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation.
Riset tersebut menunjukkan pasukan siber Indonesia umumnya menggunakan akun bot dan akun yang dikelola manusia untuk memanipulasi percakapan di media sosial.
(Baca: Masyarakat Anggap Penyebaran Hoaks Covid-19 di WhatsApp Paling Mengkhawatirkan)