Committee to Protect Journalists (CPJ) melaporkan, sebanyak 562 jurnalis di dunia terbunuh sejak 2011 hingga 2021. Sementara data terakhir mencatat, sebanyak 18 jurnalis di dunia terbunuh sepanjang 2021. CPJ mencatat terbunuhnya jurnalis karena dibunuh, terkena serangan baku tembak, dan saat melaksanakan tugas yang berbahaya.
Jumlah jurnalis di dunia yang tewas terbunuh paling banyak terjadi pada tahun 2012 dan 2013 yang masing-masing sebanyak 74 orang jurnalis. Setelah itu, tren jurnalis di dunia yang terbunuh cenderung mengalami penurunan hingga 2021.
Persebaran kematian jurnalis paling banyak di India dan Meksiko masing-masing tiga jiwa pada 2021. Jurnalis yang terbunuh di India bernama Sulabh Srivastava dari ABP News, Channakeshavalu dari EV5, dan Manish Kumar Singh dari Sudarshan TV. Sementara yang berasal dari Meksiko bernama Gustavo Sanchez Cabrera dari Panorama Pacifico, Ricardo Dominguez Lopez dari InfoGuaymas, dan Jacinto Romero Flores dari Ori Stereo FM.
Sementara itu, Burkina Faso, Afghanistan, dan Azerbaijan mencatatkan masing-masing dua orang jurnalis tewas terbunuh. Negara selanjutnya adalah Lebanon, Bangladesh, Somalia, Etiopia, Filipina, dan Republik Kongo.
Terbunuhnya jurnalis masih menjadi sinyal krisis kebebasan pers di dunia. Kendati demikian, iklim demokrasi yang masih terancam tidak menyurutkan para jurnalis untuk memberikan informasi yang benar kepada khalayak publik.
Hal tersebut menjadikan dua jurnalis dunia, Maria Ressa dan Dmitry Muratov meraih penghargaan Nobel Perdamaian 2021. Keduanya berjuang untuk kebebasan berekspresi di Filipina dan Rusia meskipun kerap mengalami represi.
(Baca: Timor-Leste Miliki Indeks Kebebasan Pers Terbaik Asia Tenggara)