Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat setidaknya ada 59 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital Indonesia sepanjang Juli-September atau kuartal III 2025.
Dari jumlah kasus tersebut, terdata ada 156 orang yang menjadi korban atau terlapor.
“Jumlah ini naik sebanyak 30 kasus dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yaitu 29 kasus. Dari sisi terlapor, jumlahnya naik pesat sebanyak 120 orang dibanding kuartal sebelumnya, yaitu 36 orang,” tulis SAFEnet dalam laporannya.
Berdasarkan sebaran daerah, Provinsi Jawa Barat berada di urutan pertama dengan jumlah korban terbanyak, yakni 108 orang. Diikuti Provinsi DKI Jakarta dengan 20 orang korban.
Berikut jumlah korban pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital berdasarkan provinsi sepanjang kuartal III 2025, menurut data SAFEnet:
- Jawa Barat: 108 orang
- Jakarta: 20 orang
- Jawa Timur: 5 orang
- Banten: 5 orang
- Sumatera Utara: 3 orang
- Sulawesi Selatan: 3 orang
- Jawa Tengah: 3 orang
- Bali: 3 orang
- Nusa Tenggara Timur: 2 orang
- DI Yogyakarta: 1 orang
- Riau: 1 orang
- Papua Tengah: 1 orang
- Papua: 1 orang.
Adapun motif politik paling banyak melatarbelakangi pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital dengan total 128 korban atau 82% dari total korban.
Data tersebut terutama bersumber dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), dengan SAFEnet menjadi salah satu anggotanya.
“Maraknya kriminalisasi bermotif politik ini karena gelombang protes menolak kebijakan DPR dan pemerintah pada Agustus-September 2025 di berbagai daerah di Indonesia,” jelas SAFEnet.
(Baca: Instagram, Media Utama Serangan Digital di Indonesia Kuartal III 2025)