Para pelaku pasar di Tanah Air bersikap wait and see akan kejelasan dari kebijakan tapering (mengetatan likuiditas) yang akan dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS). Hal itu berdampak kepada penguatan nilai tukar rupiah ke level psikologis 14.000 per dollar AS yang tertahan dan harga-harga saham yang menurun.
Para pelaku pasar obligasi domestik juga menahan diri untuk kembali menempatkan dananya di obligasi pemerintah yang sebelumnya terus diburu oleh para pemodal. Kini, giliran surat utang korporasi yang menjadi incaran investor sehingga indeks obligasi ditutup di area positif.
Dari laman Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Indeks Obligasi Komposit (Indonesia Composite Bond Index/ICBI) ditutup naik 0,0017 poin (0,0%) ke level 328,7945 pada perdagangan Senin, 20 September 2021.
Rinciannya, Indeks Obligasi Komposit Harga Bersih (INDOBeX Composite Clean Price) pada hari ini ditutup turun 0,0227 poin (0,0,02%) ke level 121,1558. Demikian pula Indeks Komposit Yield Efektif (INDOBeX Effective Yield) turun 0,0047 poin (0,08%) menjadi 5,8198.
Indeks Obligasi Korporasi Total Keuntungan (INDOBeX Corporate Total Return) naik 0,3224 poin (0,09%) ke level 358,7242. Indeks Obligasi Pemerintah Total Keuntungan (INDOBeX Government Total Return) ditutup turun 0,0191 poin (0,0,01%) ke posisi 322,4908.
Jika pemerintah AS melakukan pengetatan likuiditas, maka dolar AS yang ada di belahan dunia akan kembali ke Negeri Paman Sam. Dampaknya, dolar AS akan cenderung menguat karena terbatasnya pasokan di pasar yang akan berakibat tertekannya mata uang dunia maupun regional, termasuk rupiah. Ini yang dikhawatirkan oleh para pelaku pasar finansial global.
Mengutip data Bloomberg, mata uang rupiah pada hari ini ditutup di level Rp 14.242,5 per dollar AS, melemah Rp 20/dolar AS (0,14%) dari posisi Jumat lalu di Rp 14.222,5 per dolar AS.
Dari bursa saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini ditutup di level 6.076,32. Angka tersebut turun 56,93 poin (0,93%) dari posisi akhir pekan lalu di 6.133,25.