Rumah tangga kumuh di wilayah perdesaan berkurang lebih cepat dibandingkan dengan rumah tangga kumuh di perkotaan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), persentase rumah tangga kumuh di perdesaan pada 2020 mencapai 12,19%, turun 2,22 poin persentase dari tahun sebelumnya.
Penurunan tersebut lebih kencang dibandingkan rumah tangga kumuh di perkotaan yang hanya turun 0,7 poin persentase menjadi 8,34% pada periode sama.
Adapun rumah tangga kumuh gabungan di wilayah perdesaan dan perkotaan pada 2020 mencapai 10,04%, turun 1,36 poin persentase dari tahun sebelumnya.
Secara umum, semakin tinggi tingkat pendidikan kepala rumah tangga (KRT) maka proporsi rumah tangga kumuh semakin kecil.
Berikut persentase rumah tangga kumuh menurut jenjang pendidikan KRT pada 2020:
- Perguruan Tinggi: 2,28%
- SMA/Sederajat: 7,05%
- SMP/Sederajat: 10%
- SD/Sederajat:11,62%
- Tidak sekolah/tidak tamat SD: 15,58%
Adapun berikut ini 10 provinsi dengan proporsi rumah tangga kumuh tertinggi nasional pada 2020:
- Papua: 40,27%
- NTT: 31,18%
- DKI Jakarta: 22,07%
- Kep. Bangka Belitung: 17,15%
- Jawa Barat: 12,83%
- Sulawesi Barat: 12,77%
- Banten: 11,89%
- Sulawesi Tengah: 11,7%
- Maluku: 11,59%
- NTB: 10,72%
Berikut sejumlah kriteria yang digunakan dalam Susenas untuk mengategorikan rumah tangga kumuh:
- Tempat tinggal tidak memiliki akses sumber air minum layak.
- Tidak memiliki sanitasi layak.
- Luas lantai per kapita kurang dari 7,2meter persegi dengan kriteria tertentu menurut jenis atap, lantai, dan dinding.
- Jika nilai hitung rumah kumuh dari kategori tersebut lebih dari 35%, maka rumah tangga tersebut termasuk rumah tangga kumuh.
(Baca: 1 Dari 5 Rumah Tangga di Jakarta Masuk Kategori Kumuh pada 2020)