Tiongkok merupakan negara terdepan dalam aktivitas riset di bidang kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Menurut The AI Index 2023 Annual Report yang dirilis Stanford University, sepanjang 2021 ada sekitar 293 ribu jurnal penelitian AI yang dipublikasikan di seluruh dunia, dan mayoritasnya (39,78%) berasal dari Tiongkok.
Tiongkok konsisten menjadi negara yang paling aktif menghasilkan jurnal riset AI sejak 2010, jauh melampaui negara-negara Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).
Kendati demikian, bukan berarti peneliti dari negara-negara tersebut selalu bekerja secara individual. Stanford University juga menemukan ada banyak proyek kolaborasi antara Tiongkok dan AS.
"AS dan Tiongkok memiliki publikasi riset AI hasil kolaborasi lintas negara paling banyak. Pada 2021 jumlahnya sudah meningkat sekitar 4 kali lipat dibanding 2010, melampaui kolaborasi antara AS dan Inggris," kata mereka.
Secara global, pada 2021 jumlah publikasi jurnal riset AI juga sudah meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding 2010.
Topik yang mendominasi penelitian AI global selama periode 2010-2021 adalah teknologi pengenalan pola (pattern recognition), pembelajaran mesin (machine learning), serta pengenalan dan analisis visual menggunakan komputer (computer vision).
Namun, seiring dengan naiknya aktivitas riset, Stanford University menemukan ada semakin banyak kasus penggunaan AI yang melanggar etika.
"Saat ini jumlah insiden dan kontroversi terkait AI meningkat 26 kali lipat dibanding 2012. Salah satunya terjadi pada 2022, ketika ada yang menggunakan teknologi deepfake untuk membuat video palsu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sedang menyerah kepada Rusia," kata mereka.
"Hal itu menunjukkan penggunaan teknologi AI yang semakin berkembang, sekaligus memicu kesadaran akan adanya potensi penyalahgunaan," lanjutnya.
Adapun sejak 2014 sampai sekarang, riset machine learning secara global lebih banyak dihasilkan peneliti dari industri ketimbang akademisi. Secara sederhana, machine learning adalah pengembangan sistem agar komputer bisa menjalankan tugas tertentu tanpa instruksi eksplisit dari manusia.
"Pada 2022, ada 32 model machine learning yang diproduksi industri, sedangkan dari akademisi hanya 3 model," kata tim Stanford University.
"Membangun sistem AI yang canggih membutuhkan banyak data, komputer yang kuat, dan uang dalam jumlah besar. Sumber daya itu lebih banyak dimiliki industri, dibanding akademisi dan lembaga nonprofit," lanjutnya.
(Baca: Sektor Industri yang Telah Gunakan Kecerdasan Buatan)