Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan, mayoritas atau 66,1% dari total responden menyatakan setuju dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dari kelompok ini, sebanyak 48,9% setuju karena masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Putusan MK ini sejalan dengan harapan publik yang berharap munculnya banyak calon alternatif capres dan cawapres," tulis Peneliti Litbang Kompas dalam laporannya, Senin (13/1/2025).
Lalu 29,6% responden berpendapat, keputusan ini membuat semua partai politik memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan kadernya untuk menjadi capres-cawapres.
Kemudian 16,3% setuju karena partai politik dapat lebih mudah mengajukan capres-cawapres tanpa berkoalisi dengan partai lainnya.
Sementara 3% responden punya alasan lainnya dan 2,2% menjawab tidak tahu.
Litbang Kompas juga menemukan, terdapat 31,3% responden yang tidak setuju dengan penghapusan presidential threshold. Mayoritas atau 50,1% beralasan, pemilih akan bingung karena banyaknya pasangan capres-cawapres.
"Selain itu, penolakan ini juga didasari pertimbangan kekhawatiran jika dibuka ke semua parpol bisa muncul pasangan capres-cawapres asal-asalan atau tidak berkualitas," tulis Peneliti Litbang Kompas.
Survei ini melibatkan 528 responden dari 38 provinsi yang dipilih secara acak dari panel Litbang Kompas, sesuai proporsi penduduk di setiap provinsi.
Pengambilan data dilakukan pada 6-9 Januari 2025 melalui wawancara telepon. Toleransi kesalahan survei (margin of error) sekitar 4,22% dan tingkat kepercayaan 95%, dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
(Baca: Riwayat Presidential Threshold, Berlaku Sejak Pemilu 2004)