Kebutuhan nikel untuk produksi baterai tampaknya masih sangat minim. Menurut Booklet Tambang Nikel yang dirilis Kementerian ESDM, sampai tahun 2020 kebutuhan pasokan nikel global untuk produksi baterai hanya 5%.
Sementara itu sebanyak 70% pasokan nikel global digunakan untuk produksi stainless steel, kemudian untuk pengecoran logam (casting), pelapisan logam (plating), serta pembuatan logam campuran (alloy) masing-masing 8%.
Kendati demikian, pasar nikel diproyeksikan akan tumbuh pesat seiring dengan peningkatan kebutuhan akan baterai kendaraan listrik serta pembangkitan energi bersih geotermal.
"Permintaan nikel untuk teknologi energi bersih akan berkembang pesat hingga 20 kali lipat selama periode 2020 sampai 2040," prediksi IEA dalam laporan Southeast Asia Energy Outlook 2022.
IEA menilai hal ini merupakan peluang besar bagi negara-negara Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Filipina yang merupakan negara produsen nikel terbesar dunia.
"Indonesia sendiri menyumbang sekitar setengah dari pertumbuhan nikel global. Sehingga rantai pasokan nikel tampaknya akan terpengaruh signifikan oleh kebijakan Indonesia," ungkap IEA.
Adapun menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nikel Indonesia mengalami pertumbuhan pesat pada paruh pertama tahun ini.
Pada semester I 2022 volume ekspor nikel nasional melonjak sekitar 574% (yoy) sementara nilai ekspornya meningkat 462% (yoy).
(Baca: Ekspor Nikel RI Meroket pada Semester I 2022)