Neraca perdagangan Indonesia sepanjang periode Januari-April 2018 tercatat mengalami defisit US$ 1,31 miliar. Demikian pula neraca transaksi berjalan pada triwulan I 2018 mencatat defisit US$ 5,5 miliar. Ini yang menjadi salah satu pemicu melemahnya rupiah hingga mendekati Rp 14.200/dolar Amerika Serikat. Sementara cadangan devisa sampai akhir April 2018 mencapai US$ 124,86 miliar.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada 21 Mei 2018 ditutup di level Rp 14.190 per dolar Amerika Serikat (AS) melemah 4,68% dari posisi akhir tahun 2017 di posisi Rp 13.555/dolar AS (YTD). Pelemahan rupiah tersebut tidak sedalam saat terjadi krisis yang terdepresiasi lebih dari 200% ke Rp 16.650/dolar AS dari posisi akhir 2017 di level Rp 5.403/dolar AS.
Pada saat krisis 1998, rupiah sempat melemah hingga Rp 16.650/dolar AS. Namun, neraca perdagangan triwulan II masih mencatat surplus US$ 1,2 miliar dan neraca transaksi berjalan juga surplus US$ 670 juta. Namun, cadangan devisa Bank Indonesia saat itu hanya US$ 18,99 miliar. Saat terjadi pelemahan rupiah pada 2008 dan 2015, neraca transaksi berjalan mengalami defisit, tapi neraca perdagangan masih mencatat surplus.