Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 volume ekspor industri furnitur Indonesia mencapai 619 ribu ton, turun 11% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Kendati demikian, nilai ekspornya hanya terkontraksi sekitar 2% (yoy) menjadi USD 2,8 miliar.
Penurunan kinerja ini terjadi setelah industri furnitur tumbuh pesat selama tiga tahun berturut-turut, bahkan sempat mencapai rekor tertinggi pada 2021 seperti terlihat pada grafik.
Adapun pada awal 2023 Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengizinkan sejumlah industri, termasuk industri furnitur, untuk memotong gaji buruh maksimal 25% lantaran melambatnya permintaan global.
Rincian kebijakan tersebut tertuang dalam Pasal 8 Peraturan Menaker Nomor 5 Tahun 2023 yang berbunyi:
(1) Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah yang biasa diterima.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
Namun, industri padat karya yang diperbolehkan memangkas gaji buruh harus memenuhi kriteria berikut:
- Jumlah pekerja/buruh paling sedikit 200 orang;
- Persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit 15%; dan
- Produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa yang dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.
(Baca: Kinerja Ekspor Turun Awal 2023, Menaker Izinkan Industri Potong Gaji Buruh)