Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), setiap bulan ada ribuan ton pakaian impor yang masuk ke Indonesia.
Impor ini tercatat dengan harmonized system code atau kode HS 61 (pakaian dan aksesori rajutan) dan kode HS 62 (pakaian dan aksesori bukan rajutan).
(Baca: Ini Gelombang Tekstil Impor yang Masuk RI Sedekade Terakhir)
Selama periode Januari 2020-April 2024, volume impor pakaian kode HS 61 rata-rata mencapai 2,23 ribu ton per bulan.
Dalam periode sama, volume impor pakaian kode HS 62 rata-ratanya 2,05 ribu ton per bulan.
Jika dipecah per bulan, arus pakaian impor sepanjang 2020-2021 cenderung lebih tinggi, dan arus impor bulanan sepanjang 2022-2024 cenderung lebih rendah.
Arus impor pakaian kode HS 61 dan 62 sama-sama paling banyak tercatat masuk pada Januari 2020, sedangkan paling sedikit pada April 2024 seperti terlihat pada grafik.
Adapun Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) kini meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mencabut aturan yang memudahkan impor, khususnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Menurut API, Permendag tersebut mencabut syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk beberapa produk, sehingga pakaian impor bisa lebih bebas masuk ke Indonesia.
"Sebelum pertek dihapus, setiap impor pakaian jadi yang tanpa merek dan bukan berbahasa Indonesia tak bisa masuk," kata Wakil Ketua API David Leonardi kepada Katadata, Senin (17/6/2024).
"Kalau dibiarkan, industri tekstil [lokal] akan gulung tikar. Negara kita akan jadi negara pedagang, bukan produsen," ujarnya lagi.
(Baca: Banyak PHK di Pabrik Tekstil, Nilai Ekspornya Turun Kuartal I 2024)