Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2024 Indonesia mengekspor pakaian jadi konveksi dari tekstil dengan nilai total US$6,99 miliar.
Berdasar klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI), produk pakaian konveksi ini mencakup kemeja, celana, kebaya, blus, rok, baju bayi, pakaian tari dan pakaian olahraga.
>
Pada 2024 Amerika Serikat (AS) menjadi pasar ekspor pakaian konveksi terbesar bagi Indonesia. Nilainya mencapai US$3,85 miliar, setara 55% dari total ekspor nasional.
Pasar ekspor utama lainnya adalah Jepang, Korea Selatan, Jerman, Australia, Kanada, Belanda, China, Inggris, dan Belgia.
Namun, nilai ekspornya relatif kecil. Bahkan jika digabung, pasar pakaian konveksi Indonesia di 9 negara tersebut hanya sekitar separuh dari pasar AS.
(Baca: Nilai Ekspor Industri Tekstil Indonesia Turun Lagi pada 2024)
Adapun kinerja ekspor pakaian konveksi Indonesia ke pasar AS berisiko terganggu mulai tahun ini.
Pasalnya, pada April 2025 Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif bea masuk tinggi, yakni 32%, untuk produk impor asal Indonesia yang hendak dijual di negaranya.
Menurut Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman, kebijakan AS ini dapat berdampak buruk.
"Selain biaya produksi membengkak dengan adanya pajak naik, ditambah tarif masuk Amerika 32%, berat bagi pelaku usaha," kata Nandi, disiarkan Bisnis.com, Senin (7/4/2025).
"Sekarang pun teman-teman sudah banyak yang gulung tikar, pabrik banyak tutup, PHK. Pemerintah harus segera mengambil langkah untuk melindungi industri, khususnya IKM. Ini akan meningkatkan banyak pengangguran, akan banyak dampak sosialnya," lanjutnya.
Sebelumnya, Trump berniat menerapkan tarif 32% mulai Rabu (9/4/2025). Namun, pada Kamis (10/4/2025) ia menunda pemberlakuannya.
"Saya telah mengesahkan penundaan selama 90 hari dan penurunan tarif yang substansial selama periode ini, menjadi 10%, yang juga berlaku segera," kata Trump, disiarkan The Associated Press, Kamis (10/4/2025).
(Baca: Jumlah Perusahaan Pakaian Indonesia Menyusut)