Berpijak dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dari Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di level 16.833 pada penutupan perdagangan Kamis (18/4/2025).
Nilai itu menguat tipis 0,07% bila dikomparasikan dengan perdagangan pada Rabu (17/8/2025) yang sebesar 16.845 per US$. Kendati menguat tipis, rupiah sebenarnya masih di bawah bayang-bayang perang dagang antara AS dengan China.
“Kebijakan tarif Trump masih menjadi isu utama yang menekan aset berisiko. Perang tarif antara dua negara besar, AS dan China, menjadi kekhawatiran pasar,” kata pengamat pasar uang, Ariston Tjendra kepada Katadata, Kamis pagi (17/4/2025).
Presiden AS Donald Trump kembali menaikkan tarif impor resiprokal atau timbal balik untuk China dari 125% menjadi hingga 245%. Merespons hal ini, perwakilan China menyatakan mereka tidak takut perang dagang.
Gubernur The Fed, Jerome Powell pada Selasa (16/4/2025) secara implisit mengkhawatirkan dampak kebijakan tarif Trump terhadap kenaikan harga di AS. Ariston menyebut, ada peluang Bank Sentral AS tidak memangkas suku bunga lagi.
“Hal ini juga menekan rupiah terhadap dolar AS,” ujar Ariston.
Ia menjelaskan, pergerakan emas yang menembus all time high di atas US$3.300 per troy ons menunjukkan minat pasar yang tinggi terhadap aset aman. Hal ini memicu tekanan pada kelompok aset berisiko, termasuk rupiah.
Potensi Penguatan Rupiah Terbatas
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai rupiah masih berpotensi menguat terhadap dolar AS. “Dolar AS yang masih terus tertekan oleh kekuatiran seputar kebijakan tarif Trump serta sikap dovish dalam pidato Powell,” ujar Lukman.
Namun, menurut dia, penguatan rupiah ini akan terbatas oleh sentimen risk off di pasar ekuitas serta sentimen domestik yang masih lemah. Lukman memproyeksikan rupiah akan bergerak di level Rp16.750 per dolar AS hingga Rp16.850 per dolar AS.
(Baca Katadata: Perang Dagang AS-Cina Makin Memanas, Rupiah Berpotensi Terus Tertekan)