Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengeluaran untuk aneka barang dan jasa di Kabupaten Gunung Mas pada tahun 2024 sebesar Rp267.673 per kapita per bulan.
Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 5,5% dibandingkan tahun sebelumnya, di mana pengeluaran tercatat sebesar Rp283.123. Penurunan ini menjadi perhatian setelah sebelumnya terjadi kenaikan yang signifikan sebesar 20,2% pada tahun 2023.
(Baca: Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Sabun Mandi Kab. Halmahera Utara | 2024)
Jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan jadi sebesar Rp189.449 dan rokok serta tembakau sebesar Rp177.146, pengeluaran untuk aneka barang dan jasa masih menunjukkan proporsi yang cukup besar dalam alokasi anggaran masyarakat Kabupaten Gunung Mas.
Secara historis, pengeluaran untuk aneka barang dan jasa di Kabupaten Gunung Mas mengalami fluktuasi. Pada tahun 2019, terjadi pertumbuhan tertinggi sebesar 18,5%, namun diikuti dengan penurunan sebesar 4% pada tahun 2020. Setelah itu, terjadi kenaikan kembali sebesar 11,5% pada tahun 2021, namun kembali menurun sedikit sebesar 1,9% pada tahun 2022 sebelum akhirnya mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2023 dan kembali mengalami penurunan di tahun 2024.
Dalam perbandingan dengan kabupaten/kota lain di Kalimantan Tengah pada tahun 2024, Kabupaten Gunung Mas berada pada urutan ke-9 dalam hal pengeluaran untuk aneka barang dan jasa. Kabupaten Kota Waringin Timur mencatatkan pengeluaran tertinggi dengan Rp456.773, diikuti oleh Kabupaten Seruyan dengan Rp410.127 dan Kota Palangkaraya dengan Rp352.262. Secara nasional, Kabupaten Gunung Mas berada pada urutan ke-180.
(Baca: Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Makanan dan Minuman Jadi di Kab. Manokwari Selatan 2018 - 2024)
Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Kalimantan Tengah, pertumbuhan pengeluaran aneka barang dan jasa di Kabupaten Gunung Mas terbilang lebih moderat. Misalnya, Kabupaten Kota Waringin Timur mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 50,4%, sementara Kabupaten Seruyan tumbuh 29%. Sebaliknya, beberapa kabupaten/kota lain mengalami penurunan, seperti Kota Palangkaraya yang turun 5,1% dan Kabupaten Lamandau yang turun hingga 22,8%.
#### Kota PalangkarayaKota Palangkaraya menunjukkan performa yang menarik dalam pengeluaran bukan makanan, dengan nilai sebesar Rp1.092.813 pada tahun 2024, naik 6,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menempatkan Palangkaraya pada peringkat pertama se-Kalimantan Tengah untuk kategori ini. Angka ini mengindikasikan bahwa masyarakat Palangkaraya cenderung mengalokasikan dana yang lebih besar untuk kebutuhan di luar makanan dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di provinsi tersebut.#### Kabupaten LamandauKabupaten Lamandau mencatatkan pengeluaran total (makanan dan bukan makanan) sebesar Rp2.076.552, menjadikannya yang tertinggi di Kalimantan Tengah. Namun, angka ini mengalami penurunan sebesar 18% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini perlu dicermati lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya, meskipun Lamandau tetap memimpin dalam total pengeluaran masyarakat.#### Kabupaten Kota Waringin BaratKabupaten Kota Waringin Barat menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam pengeluaran untuk makanan, dengan nilai Rp949.234 pada tahun 2024 atau meningkat 13,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menempatkan Kota Waringin Barat pada peringkat ketiga dalam hal pengeluaran makanan di Kalimantan Tengah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi makanan di wilayah tersebut, yang bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti peningkatan pendapatan atau perubahan pola konsumsi.#### Kabupaten SukamaraKabupaten Sukamara menunjukkan penurunan tipis dalam pengeluaran untuk makanan, dengan nilai Rp966.722 pada tahun 2024 atau turun sebesar 3,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini, meskipun tidak terlalu signifikan, perlu diperhatikan karena Sukamara sebelumnya berada di peringkat kedua dalam pengeluaran makanan di Kalimantan Tengah. Penurunan ini mungkin mengindikasikan adanya perubahan dalam prioritas pengeluaran masyarakat atau faktor ekonomi lainnya yang mempengaruhi daya beli.