Meningkatnya ketidakpastian perekonomian global telah memicu kenaikan imbal hasil (yield) obligasi dunia, termasuk Indonesia.
Para investor meminta imbal hasil yang lebih tinggi karena persepsi risiko investasi (credit default swap) juga naik.
Berdasarkan data Tradingeconomic, imbal hasil obligasi Pemerintah Indonesia dalam mata uang dolar Amerika Serikat dengan tenor 10 tahun mencapai 7,47% per tahun pada 17 Juni 2022. Angka tersebut lebih tinggi 0,89% dibanding posisi setahun yang lalu (year-on-year/yoy).
Di satu sisi, tingginya imbal hasil membuat biaya penerbitan surat utang pemerintah akan semakin mahal seiring meningkatnya risiko investasi.
Namun di sisi lain, tingginya yield obligasi justru menjadi daya tarik bagi investor untuk masuk ke pasar finansial Indonesia.
Dari 10 negara di Asia, seperti terlihat pada grafik, imbal hasil obligasi Pemerintah Indonesia hanya kalah dari India. Yield surat utang Pemerintah India mencapai 7,57% per tahun.
Jika dibanding dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), imbal hasil obligasi Pemerintah Indonesia bahkan menjadi yang tertinggi.
Sementara imbal hasil Pemerintah Jepang merupakan yang paling rendah, yakni hanya 0,23%. Setelahnya ada Tiongkok dengan yield sebesar 2,82%.
Berikut rincian perubahan imbal hasil obligasi pemerintah negara Asia per 17 Juni 2022 dibanding setahun sebelumnya:
- India: 1,58% (yoy)
- Indonesia: 0,89% (yoy)
- Filipina: 2,97% (yoy)
- Malaysia: 1,05% (yoy)
- Korea Selatan: 1,75% (yoy)
- Vietnam: 1,31% (yoy)
- Singapura: 1,65% (yoy)
- Thailand: 1,35% (yoy)
- Tiongkok: -0,35% (yoy)
- Jepang: 0,17% (yoy)
(Baca: Yield Obligasi AS Tenor 2 Tahun Capai Level Tertinggi sejak 2007)