Utang luar negeri Indonesia pada akhir 2017 mencapai US$ 352,47 miliar atau setara Rp 4.772,24 triliun dengan kurs Rp 13.548/dolar Amerika Serikat (AS). Jumlah tersebut tumbuh sekitar 10% dibanding tahun sebelumnya. Meskipun mengalami kenaikan, rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sekitar 34% dan jauh di bawah rasio utang pada 2005 yang mencapai 46%. Jadi, utang Indonesia relatif masih terkendali dan di bawah rasio utang luar negeri beberapa negara maju dan negara anggota ASEAN lainnya. Meski begitu, rasio utang Indonesia mengalami tren kenaikan sejak 2012-2015 kemudian sedikit turun pada 2016.
Berdasarkan data Tradingeconomics, rasio utang Indonesia relatif lebih rendah dibanding negara lainnya seperti Jepang sebesar 250,4% terhadap PDB, AS (105%), Singapura (112%), Malaysia (53%), maupun Thailand (41%). Sementara rasio utang luar negeri Indonesia pada akhir tahun lalu 167,73% terhadap ekspor. Adapun rasio utang luar negeri jangka pendek berdasarkan jangka waktu asal mencapai 42,06% terhadap cadangan devisa.
(Baca Databoks: Indonesia Darurat Utang?)
Yang harus diperhatikan adalah penggunaan utang tersebut harus tepat sasaran, yakni pembangunan yang dapat memacu daya ungkit pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perhitungannya harus cermat agar tidak menjadi bom waktu di masa yang akan datang. Sebagai informasi, PDB Indonesia akhir tahun lalu sebesar Rp 13.589 triliun setara US$ 1 triliun. Sementara nilai ekspor US$ 168,73 miliar dan cadangan devisa mencapai US$ 130,2 miliar.