Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, posisi utang pemerintah per Februari 2022 mencapai Rp7.014,58 triliun, dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,17%.
Posisi utang pemerintah pada Februari 2022 meningkat 1,4% dibandingkan bulan sebelumnya yang berjumlah Rp6.919,15 triliun.
Jika dilihat secara tahunan, utang pemerintah tersebut juga naik 10,3% dibandingkan Februari 2021 yang berjumlah Rp6.361,02 triliun.
Utang pemerintah pada Februari 2022 masih didominasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.164,20 triliun (87,9%), terdiri dari SBN domestik Rp4.901,66 triliun dan SBN valuta asing Rp1.262,53 triliun.
Pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebesar Rp850,38 triliun (12,1%), terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp13,27 triliun dan pinjaman luar negeri Rp837,11 triliun.
Jika dirinci lagi, pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral Rp294,36 triliun, pinjaman multilateral Rp499,09 triliun, dan pinjaman bank komersial Rp43,66 triliun.
Dengan adanya penambahan utang ini pemerintah memproyeksikan pemulihan ekonomi akan terus berlanjut.
"Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi di tahun 2022 diperkirakan akan terus berlanjut. Defisit APBN 2022 yang terus menurun dibandingkan target defisit tahun 2020 dan 2021 menunjukkan upaya pemerintah untuk kembali bertahap menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB," seperti dikutip dari laporan APBN Kita edisi Maret 2022.
Pemerintah menyatakan akan terus menjaga rasio utang dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non-utang, seperti optimalisasi pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan Bank Indonesia.
Pemerintah juga menyatakan akan melakukan pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur, dengan mengedepankan kerja sama berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair.
(Baca Juga: Surat Utang Hijau Indonesia Capai US$6,3 Miliar, Mayoritas Milik Pemerintah)