Menurut data Climate Bonds Iniative (CBI), selama periode 2018-2021 penghimpunan dana dari penerbitan surat utang hijau di Indonesia telah mencapai US$6,3 miliar.
Penghimpunan dana terbesar berasal dari penerbitan surat utang hijau pemerintah, yang nilai totalnya mencapai US$4,3 miliar atau 69% dari seluruh himpunan dana.
Selain pemerintah, ada tiga pihak swasta yang sudah menerbitkan surat utang untuk proyek-proyek hijau di Indonesia, yaitu Star Energy, Bank OCBC NISP, dan Tropical Landscape Finance Facility.
Surat utang hijau yang diterbitkan Star Energy berhasil menghimpun dana sebesar US$1,69 miliar. Dana ini digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Wayang Windu dan Darajat II di Jawa Barat.
Kemudian surat utang hijau milik Bank OCBC NISP berhasil menarik dana sebesar US$150 juta, sedangkan Tropical Landscape Finance Facility US$96 juta.
CBI menilai pasar surat utang hijau di Indonesia terus berkembang, meskipun para penerbitnya masih kerap mengalami masalah di tahap pra dan pasca penerbitan.
Menurut CBI, sampai hari ini penerbit surat utang masih sulit mencari mitra pemeriksa eksternal, pembuat laporan kinerja, dan sebagainya, sehingga mereka masih banyak bergantung pada lembaga internasional dan universitas dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut.
Jika dilihat dalam skala lebih luas, penerbitan surat utang hijau di kawasan Asia Tenggara sudah berhasil menghimpun dana US$29,4 miliar pada 2020. Ini merupakan peningkatan pesat dari US$5 miliar pada 2018.
(Baca Juga: Indonesia Punya Dana Rp11,8 Triliun dari Sukuk Hijau Ritel)