Fundamental makroekonomi yang cukup bagus mampu menopang penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang 2016. Dipenghujung 2016, nilai tukar rupiah ditutup pada Rp 13.473 per dolar Amerika, yang berarti menguat 2,3 persen dari posisi akhir tahun sebelumnya. Penguatan ini merupakan yang terbesar kedua setelah mata uang Jepang, yen yang berhasil mencetak kenaikan 2,89 persen sepanjang 2016.
Membaiknya neraca perdagangan maupun neraca pembayaran Indonesia serta terjaganya stabilitas finansial pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat mampu menopang pergerakan rupiah. Cadangan devisa yang mencapai US$ 111,46 miliar, terjaganya inflasi 3,58 persen (YoY), serta ekonomi yang masih tumbuh sekitar 5 persen membuat rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS untuk pertama kalinya sejak 2011.
Beberapa mata uang Asia lainnya seperti yuan Cina, ringgit Malaysia, peso Filipina, rupee India, serta dolar Singapura justru terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat. Terpilihnya Donald Trump serta kekhawatiran kenaikan suku bunga The Fed membuat mata uang Paman Sam cenderung digdaya terhadap mata uang utama dunia maupun mata uang regional. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia bahkan mencapai level 103,3 pada 28 Desember 2016.