Nilai tukar mata uang Uni Eropa (euro/EUR) sempat melemah ke level 1,00257 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (15/7/2022).
Angka tersebut merupakan level terendah euro terhadap dolar AS dalam 2 dekade terakhir.
Kemudian pada perdagangan Senin (18/7/2022) euro menguat tipis 0,7% ke level 1,00963 per dolar AS.
Krisis energi yang melanda kawasan Eropa, ditambah dengan munculnya kekhawatiran resesi di Benua Biru tersebut, membuat mata uang euro terpuruk terhadap dolar AS.
Di sisi lain dolar AS justru cenderung menguat, seiring dengan dinaikkannya suku bunga The Fed demi meredam laju inflasi tinggi di negara tersebut.
Tidak hanya terhadap euro, dolar AS juga menguat terhadap mata uang besar lainnya. Berdasarkan data Yahoo Finance, indeks dolar AS terhadap 6 mata uang utama dunia (DXY) telah melemah 11,2% ke level 107,37 pada 18 Juli 2022 dibanding posisi 31 Desember 2021 (year to date/ytd).
Mata uang Jepang (yen/JPY) paling terpukul, yakni melemah sedalam 20,1% (ytd) terhadap dolar AS sampai 18 Juli 2022.
Kemudian mata uang Swedia (krona/SEK) melemah 15,03% (ytd), mata uang Inggris (poundsterling/GBP) melemah 11,6% (ytd), dan mata uang Uni Eropa (euro/EUR) melemah 10,47% (ytd) sampai 18 Juli 2022.
Berikutnya mata uang Swiss (franc/CHF) terdepresiasi sedalam 6,55% (ytd), dan mata uang Kanada (dolar/CAD) melemah 1,79% (ytd) pada periode sama.
Di tengah ketidakpastian perekonomian global, dolar AS dianggap menjadi tempat aman untuk memarkirkan dana investor (safe haven). Apalagi dengan naiknya suku bunga acuan AS, investasi di Negeri Paman Sam menjadi semakin menarik.
(Baca: Pelemahan Rupiah Tidak Sedalam Mata Uang Asia Lain sampai Awal Juli 2022)