PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di sektor transportasi udara. Perusahaan milik pemerintah dengan kode perdagangan bursa GIAA tersebut merupakan salah satu BUMN yang mengalami kerugian dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Republik Indonesia merupakan pemegang mayoritas saham GIAA. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, Pemerintah Indonesia adalah pemegang 1 saham PT Garuda Indonesia seri A Dwi Warna. Selain itu, Pemerintah RI juga merupakan pemegang saham mayoritas seri B Garuda Indonesia sebanyak 15,67 miliar unit (60,54%).
Pemegang saham GIAA lainnya adalah PT Trans Airways dengan jumlah kepilikan saham 7,32 miliar unit (28,26%), kemudian masyarakat melalui bursa saham sebanyak 2,9 miliar unit (11,2%), serta direksi sebanyak 0,00%.
Hingga akhir September 2021, Garuda Indonesia mengalami kerugian US$ 1,66 miliar atau sekitar Rp 23,7 triliun (kurs US$ 14.307,1 per dolar AS). Angka tersebut meningkat 54,66% dibanding posisi akhir September 2020 yang sebesar US$ 1,07 miliar. Dengan kerugian tersebut, maka saldo rugi Garuda semakin membengkak menjadi Rp 70,5 triliun.
Dengan kerugian tersebut, aset Garuda Indonesia menyusut 12,88% menjadi US$ 9,4 miliar atau setara Rp 134,79 triliun pada akhir September 2021 dibanding posisi Desember 2020 sebesar US$ 10,8 miliar.
Selain itu, minus ekuitas Garuda pada September 2021 semakin membengkak menjadi US$ 3,61 miliar dibanding posisi akhir tahun lalu yang minus US$ 1,94 miliar. Total kewajiban juga meningkat 2,31% menjadi US$ 13,03 miliar pada September tahun ini dibanding posisi Desember 2020 senilai US$ 12,73 miliar.
(Baca: Inilah 13 BUMN dengan Modal Negatif pada 2020)