Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 ada 5,76% petani Indonesia yang mengalami permasalahan produksi karena mereka sulit mengakses layanan kredit.
Petani dalam survei ini adalah usaha pertanian perorangan (UTP), yakni unit usaha pertanian yang dikelola satu orang, mencakup usaha di subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
(Baca: Mayoritas Petani RI Sudah Tua, Regenerasi Rendah)
Dari kelompok petani yang sulit mengakses kredit, mayoritas kesulitan karena tidak tahu prosedurnya (29,05%).
Kemudian ada yang merasa prosedurnya sulit (26,76%), tidak punya agunan (22,33%), dan suku bunga tinggi (15,64%).
Ada pula yang pernah mengajukan kredit, tapi ditolak karena dinilai tidak layak (6,22%).
Secara umum, survei BPS juga menemukan ada 46,39% petani yang mengalami kendala produksi karena sulit mengakses bahan input, seperti pupuk, benih, alat mesin pertanian, dan sebagainya.
Kemudian 34,82% petani produksinya terkendala karena keterbatasan modal.
(Baca: 15% Petani Khawatir Tak Punya Cukup Makanan, Terbanyak di NTT)