Sedikitnya ada 60 perusahaan tekstil dan alas kaki yang jatuh selama setahun terakhir. Hal ini selaras dengan pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer.
Immanuel menjelaskan, 60 perusahaan itu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 13.061 karyawan tetap dan menghentikan perpanjangan kontrak terhadap 5.000 karyawan.
Data yang diterima Katadata dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI), Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menunjukkan, dari 60 perusahaan tersebut, ada 7 perusahaan tekstil dan alas kaki yang melakukan PHK terbesar sejak 2023 hingga 2024.
Terbesar pertama adalah PT Asia Pacific Fiber yang berlokasi di Karawang dengan total pekerja ter-PHK mencapai 2.500 orang. Perusahaan ini memproduksi chip poliester, serat, dan benang filamen. Asia Pacific Fiber merupakaan perusahaan tekstil lawas yang sudah berdiri sejak 1984 di Semarang, Jawa Tengah, dengan nama PT Polysindo Eka Perkasa Tbk.
(Baca juga: Dinyatakan Pailit, Sritex Defisiensi Modal sejak 2021)
Tak hanya perusahaan yang berlokasi di Karawang, Asia Pacific Fiber juga diketahui melakukan pengurangan pekerja, tetapi jumlahnya belum disebutkan secara lengkap.
Kedua ada PT Victory Chingluh Indonesia, sebanyak 2.000 karyawan. Chingluh merupakan produsen alas kaki ternama seperti Nike dan Reebok yang sudah berdiri sejak 1969.
Ketiga, PT Pismatex, yang memecat 1.700 karyawan karena pailit. Pismatex merupakan produsen Gajah Duduk yang sudah berdiri sejak 1972.
Keempat ada Kabana Textile Industri dengan jumlah 1.200 karyawan. Perusahaan pemintalan ini berlokasi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Kelima ada PT Tuntex Garment dengan jumlah PHK mencapai 1.163 orang. Pabrik ini memproduksi merek fesyen tenar dunia, seperti Nike dan Puma.
Di luar lima besar itu, jumlah PHK di bawah 1.000 pekerja. Di antaranya, PT Delta Merlin Tekstil II sebesar 924 karyawan dan PT Wiska sebanyak 700 karyawan.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer menuding penyebab utama jatuhnya perusahaan tekstil karena penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2024. Oleh karena itu, Immanuel menyampaikan salah satu mitigasi yang dilakukan adalah mendorong revisi Permendag No. 8 Tahun 2024.
"Pengusaha dan pekerja tekstil mengatakan ke saya bahwa sumber PHK di industri tekstil adalah Permendag No. 8 Tahun 2024 yang terlalu meringankan impor pakaian jadi," kata Immanuel di kantornya, Senin (23/12/2024).
(Baca juga: Jumlah Karyawan Sritex Menyusut sejak Awal Pandemi)