Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 2,3 juta orang pekerja gig economy pada 2019, yang terbagi ke dalam sektor transportasi dan jasa lainnya.
Hal ini tercatat dalam laporan riset Muhammad Yorga Permana, Nabiyla Risfa Izzati, dan Media Wahyudi Askar yang bertajuk Measuring the Gig Economy in Indonesia: Typology, Characteristics, and Distribution (2023).
Menurut laporan tersebut, gig economy adalah pekerjaan yang berbasis proyek atau tugas jangka pendek dan dimediasi oleh platform digital.
Gig economy memiliki lima ciri, yaitu:
- Pekerjaan berbasis permintaan klien;
- Kompensasi dibayarkan berbasis hasil dan diukur oleh keluaran kerja, bukan jam kerja;
- Pekerja diminta menyediakan alat produksinya sendiri;
- Ada mediator yang menghubungkan pekerja dan klien; dan
- Ada platform digital yang berperan sebagai mediator, yang bertugas melakukan supervisi kerja dan memfasilitasi transaksi pembayaran.
Dalam konteks Indonesia, pekerja gig economy didefinisikan secara umum sebagai pekerja yang berusaha sendiri di sektor jasa, yang memanfaatkan medium internet dalam pekerjaannya.
Menggunakan definisi tersebut, Permana, Izzati, dan Askar lantas mengukur jumlah pekerja gig economy di Indonesia dengan menganalisis data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2019 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasilnya, mereka memperkirakan pada 2019 ada sekitar 1,23 juta orang pekerja gig economy sektor transportasi, setara 0,9% dari total angkatan kerja. Kelompok ini merepresentasikan pengemudi ojek online, kurir, dan pengantar makanan (contoh platform: Gojek, Grab).
Kemudian ada 1,1 juta orang pekerja gig economy sektor jasa lainnya, setara 0,8% dari total angkatan kerja. Mereka merepresentasikan tenaga pengajar online (contoh platform: Ruang Guru), software developer, penerjemah, copywriter, dan pekerjaan lain yang disampaikan secara jarak jauh (contoh platform: Upwork, Fastwork).
Namun, angka-angka ini mungkin bersifat di atas perkiraan (over estimation).
"Data Sakernas yang dirilis dua kali setahun belum bisa secara sempurna mengestimasi jumlah pekerja gig di Indonesia dengan tepat. Namun, dengan keterbatasannya kita dapat menggunakan survei tersebut untuk mengestimasinya secara kasar," demikian dikutip dari laporan tersebut.
(Baca: Banyak Pekerja RI Belum Terlindung Program Pensiun sampai 2023)