Google menyusun sejumlah hambatan yang dirasakan masyarakat kawasan Asia Tenggara/SEA untuk menerapkan produk dan layanan ramah lingkungan (sustainability) pada 2022.
Faktor terbesar adalah pengetahuan yang dipilih oleh 32% responden. Tim riset menyebut, konsumen pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan terkait informasi yang cukup mengenai pilihan-pilihan keberlanjutan yang tersedia.
Kedua adalah kepercayaan, sebesar 21%. Tim riset menjelaskan, ketika konsumen memilih produk atau layanan berbasis sustainability, mereka belum tentu mempercayai klaim keberlanjutan yang dibuat perusahaan.
"Ketika permasalahan lingkungan dan sosial meningkat, produsen perlu memberikan informasi yang transparan dan dapat dipercaya sehingga konsumen dapat melakukan pembelian yang paling sesuai dengan nilai-nilai mereka," tulis tim riset dalam laporannya.
Hambatan ketiga, yakni ketersediaan produk yang dipilih 20% responden. Kelima, harga, yang dipilih 15% responden.
Tim riset juga menjelaskan, merek baru akan memperoleh pangsa pasar dengan meluncurkan produk yang lebih ramah lingkungan. Sementara pemain yang sudah ada, seperti platform e-commerce dan transportasi, dapat fokus pada fitur keberlanjutan produk/layanan mereka.
"[Bisa] melalui deskripsi produk, opsi pengiriman, atau peringkat atau ulasan pedagang mereka dengan tujuan mendorong penerapan praktik keberlanjutan," tim riset menjelaskan.
Survei ini menggunakan opsi jawaban ganda, responden bisa memilih dua alasan yang menghalanginya memilih opsi produk atau layanan yang lebih berkelanjutan.
Responden sebanyak 8.144 pengguna aplikasi digital di Asia Tenggara yang disurvei oleh lembaga Ipsos dalam laporan e-Conomy Research 2022.
(Baca juga: Daftar Negara ASEAN Paling Ramah Lingkungan, RI Urutan 3 Terbawah!)