Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) di Indonesia mencapai 136.546 laporan sepanjang 2024.
Angka tersebut naik 4,65% dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang sebanyak 130.472 laporan pada 2023.
Dibedah berdasarkan laporan per bulan, jumlah laporan paling tinggi terjadi pada Oktober 2024 yang sebanyak 18.026 laporan.
Laporan pada Oktober itu pun meroket hingga 54,2% secara bulanan atau (month-to-month/mtm) dari September 2024 yang sebanyak 11.687 laporan.
Sementara jumlah laporan terendah pada 2024 jatuh pada April 2024 yang sebesar 6.527 laporan.
Adapun jumlah pelapor yang terhitung hingga Desember 2024 mencapai 573 pelapor dari sejumlah kelompok industri hingga profesi atau perorangan.
Pihak pelapor paling banyak berasal dari sektor nonbank sebanyak 362 pelapor, disusul bank 146 pelapor, dan pihak pengadaan barang dan jasa (PBJ) sebanyak 49 pelapor.
PPATK merincikan, pihak nonbank terdiri atas pedagang valuta asing (money changer), penyelenggara pengiriman uang, perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, perusahaan efek, manajer investasi, dan lainnya.
Sementara transaksi yang dilaporkan terbanyak berasal dari kelompok bank, yakni 6,72 juta transaksi yang mencurigakan. Disusul nonbank 3,8 juta transaksi, bank perkreditan rakyat 348 transaksi, PBJ 217 transaksi, profesi 37 transaksi.
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, transaksi mencurigakan adalah sebagai berikut:
- Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi seseorang;
- Transaksi yang diduga bertujuan menghindari pelaporan ke pihak berwenang;
- Transaksi dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
- Transaksi yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
(Baca juga: Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Naik 43,78% pada 2023)