Untuk mengantisipasi pemanasan global, berbagai negara sudah mengembangkan teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon yang disebut Carbon Capture and Storage (CCS).
CCS adalah teknologi yang mampu menangkap karbon dioksida (CO2) hasil pembakaran energi fosil di industri atau pembangkit listrik, supaya emisinya tidak mencemari atmosfer.
Teknologi CCS juga mampu menyimpan emisi CO2 di perut bumi dengan cara memompanya ke sumur-sumur migas yang sudah kering, atau diinjeksikan ke dalam akuifer garam (saline aquifer), lapisan batuan bawah tanah yang mampu memerangkap CO2 agar tidak membubung ke udara.
Menurut Gas Global Report 2022 dari International Gas Union (IGU), ada berbagai tempat di seluruh dunia yang bisa menjadi tempat penyimpanan emisi CO2, dengan total potensi kapasitas sekitar 22.900 gigaton.
Jika dirinci berdasarkan wilayah, tempat penyimpanan emisi CO2 dengan teknologi CCS paling besar berada di Amerika Serikat (AS), dengan potensi kapasitas 12.177 gigaton.
Tempat penyimpanan terbesar berikutnya tersebar di Eropa dan Asia, dengan potensi kapasitas seperti terlihat pada grafik.
Adapun pemerintah Indonesia kini tengah menyiapkan aturan terkait penerapan CCS di dalam negeri.
Menurut Jodi Mahardi, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, peraturannya akan keluar dalam waktu dekat.
"Perpres CCS harusnya coming out very soon, karena semua proses tahapannya sudah dilakukan, (targetnya) bulan ini," kata Jodi, dilansir Kompas.com, Selasa (23/1/2024).
(Baca: Indonesia Masuk Daftar 10 Negara Penghasil Emisi Karbon Terbesar Dunia)