Selain dihukum penjara, pelaku korupsi di Indonesia dapat dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti.
Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), terpidana dapat diwajibkan membayar uang pengganti senilai harta benda yang ia peroleh dari hasil korupsi.
Bila terpidana tidak mampu membayar, maka hartanya akan dirampas. Kemudian jika hartanya belum mampu melunasi uang pengganti, terpidana akan diberi tambahan masa penjara.
(Baca: Indeks Anti-Korupsi Turun, Korupsi Makin Dianggap Wajar)
Kendati begitu, dalam praktiknya penjatuhan vonis hukuman uang pengganti tidak sebanding dengan kerugian negara.
Menurut pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), total kerugian negara akibat korupsi yang dinyatakan pengadilan pada 2023 mencapai Rp56 triliun.
Sedangkan vonis hukuman uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan pada 2023 hanya Rp7,34 triliun, sekitar 13% dari total kerugian negara.
Tren serupa terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Selama periode 2018-2022 nilai vonis hukuman uang pengganti hanya berkisar 2% sampai 34% dari total kerugian negara, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
"Rentang jarak yang terpaut sangat jauh antara uang pengganti dan kerugian memperlihatkan situasi pemidanaan korupsi belum membaik," kata ICW dalam Laporan Hasil Pemantauan Tren Vonis Tahun 2023.
"Alternatif pidana penjara pengganti juga diduga banyak dipilih oleh pelaku karena tidak harus membayar, melainkan hanya menjalani tambahan pemidanaan," lanjutnya.
Merespons kondisi ini, ICW merekomendasikan pemerintah dan DPR segera mengundangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, agar pemulihan kerugian akibat korupsi bisa dimaksimalkan.
(Baca: Terdakwa Korupsi Tahun 2023 Mayoritas Pihak Swasta)