Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2024 setidaknya ada 295 kasus konflik agraria di Indonesia.
Konflik tersebut melibatkan area seluas 1,1 juta hektare, serta berdampak pada 67,4 ribu keluarga di 349 desa.
Kasus konflik agraria pada 2024 meningkat dibanding 2023, baik dalam hal jumlah kasus maupun luas area konfliknya seperti terlihat pada grafik.
"Sepanjang periode kedua pemerintahan Joko Widodo, letusan konflik agraria secara konstan terus mengalami kenaikan, terutama pasca pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan seluruh dunia," kata KPA dalam Catatan Akhir Tahun 2024.
"Situasi ini tentunya menjadi anomali dari janji-janji politiknya terhadap agenda penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah. Lebih banyak tanah masyarakat yang dirampas berbagai proyek pembangunan, ketimbang redistribusi tanah dan pengakuan hak bagi rakyat," lanjutnya.
KPA menemukan kasus konflik agraria pada 2024 paling banyak terkait dengan sektor usaha perkebunan, yakni 111 kasus.
Kemudian konflik terkait proyek infrastruktur 79 kasus, pertambangan 41 kasus, dan properti 25 kasus.
Ada pula 25 kasus konflik agraria terkait sektor kehutanan. "Meskipun secara jumlah lebih sedikit dibanding sektor-sektor lainnya, namun luasan konflik agraria akibat klaim kawasan hutan oleh pemerintah dan swasta adalah yang terluas, mencapai 379.588,75 hektare," kata KPA.
KPA memperoleh data ini dari sejumlah sumber, yaitu:
- Pengaduan masyarakat korban konflik agraria;
- Hasil investigasi dan kajian lapangan;
- Hasil pemantauan pemberitaan media massa; dan
- Hasil penanganan dan respons darurat konflik agraria di Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA).
Dengan sumber daya organisasi yang terbatas, data yang dihimpun KPA mungkin belum mewakili seluruh konflik agraria di Indonesia.
KPA juga hanya mencatat kasus "konflik agraria struktural", yakni konflik lahan yang disebabkan kebijakan pejabat publik, menyangkut tanah dalam skala luas, dan korban dalam jumlah besar.
Data ini tidak termasuk konflik pertanahan biasa, seperti sengketa tanah individual, sengketa hak waris, sengketa lahan antar-kelompok swasta, antar-instansi/lembaga pemerintah, dan sebagainya.
(Baca: Konflik Agraria Era Jokowi Lebih Banyak Dibanding SBY)