Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, pemerintah mematok defisit anggaran Rp 868,19 triliun atau sebesar 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Nilai tersebut tersebut lebih rendah dibanding defisit 2021 (outlook) sebesar 5,82% dari PDB.
Pemerintah menargetkan pendapatan negara pada 2022 sebesar Rp 1.840,66 triliun, meningkat 6,04% dari pendapatan 2021 (outlook) sebesar Rp 1.735,74 triliun. Rincian target pendapatan tahun depan berasal dari pendapatan dalam negeri Rp 1.840,08 triliun dan hibah Rp 579,9 miliar.
Sementara belanja negara pada tahun depan dipatok Rp 2.708,68 triliun, tumbuh 0,42% dari pengeluaran 2021 (outlook) senilai Rp 2.697,24 triliun. Rinciannya, belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.938,27 triliun dan Tranfer ke daerah dan Dana Desa Ro 770,42 triliun.
Terjadinya pandemi Covid-19 yang 2020 membuat defisit anggaran pemerintah melonjak menjadi Rp 947,7 triliun atau 6,14% dari PDB pada 2020. Padahal sebelum pandemi, defisit hanya 2,2% dari PDB. Secara nominal maupun persentase, defisit anggaran tersebut merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Sementara berdasarkan outlook 2021, defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp 961,49 triliun atau 5,82% dari PDB.
Dalam menetapkan RAPBN 2022, pemerintah menggunakan asumsi dasar makro pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0-5,5% (year on year/yoy) dan inflasi sebesar 3%. Kemudian, nilai tukar rupiah dipatok Rp 14.350 per dolar Amerika Serikat (AS) dan tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 6,82% per tahun.
Asumsi makro lainnya adalah harga minyak mentah Indonesia US$ 63 per barel, lifting minyak 703 barel per hari serta lifting gas 1.036 barel per hari setara minyak.
(Baca: Pemerintah Pangkas Angggaran Subsidi Menjadi Rp 206,96 Triliun dalam RAPBN 2022)