El Nino adalah fenomena cuaca yang bisa mengurangi curah hujan serta memicu kekeringan di sebagian belahan dunia. Menurut International Monetary Fund (IMF), El Nino juga rawan mendongkrak laju inflasi di sejumlah negara.
"Kondisi cuaca ekstrem tersebut bisa membatasi pasokan komoditas pertanian yang bergantung pada air hujan, mendorong kenaikan harga dan inflasi umum, serta dapat memicu kerusuhan sosial di negara-negara yang bergantung pada komoditas makanan impor," kata IMF dalam laporan Fair Weather or Foul? The Macroeconomic Effects of El Nino (April 2015).
(Baca: 42 Negara Rawan Kekeringan akibat El Nino, Termasuk Indonesia)
IMF mencapai kesimpulan tersebut setelah menganalisis data-data ekonomi makro dan peristiwa El Nino yang terjadi di 21 negara, selama periode kuartal II 1979 sampai kuartal I 2013.
Mereka menemukan, El Nino cenderung berdampak negatif pada negara-negara yang Indeks Harga Konsumen atau IHK-nya didominasi kelompok bahan makanan.
Adapun di antara negara-negara Asia-Pasifik yang dianalisis IMF, Indonesia merupakan negara yang paling rawan mengalami kenaikan inflasi di tengah fenomena El Nino.
IMF mengestimasikan, peristiwa El Nino bisa mendongkrak laju inflasi Indonesia hingga naik 0,25 poin persentase per kuartal (nilai median).
Namun, ada juga beberapa negara Asia-Pasifik yang justru mengalami penurunan laju inflasi saat terjadi El Nino, yakni Australia dan Singapura.
IMF pun menyatakan dampak ekonomi dari El Nino ini bisa dihadapi dengan strategi kebijakan tertentu, termasuk penguatan infrastruktur pertanian.
"Di sisi kebijakan ekonomi makro, kenaikan inflasi akibat El Nino dapat diikuti dengan pengetatan sikap moneter," kata IMF.
"Investasi di sektor pertanian juga perlu dipertimbangkan untuk jangka panjang, terutama untuk membangun irigasi dan rantai pasokan pangan yang lebih efisien," lanjutnya.
(Baca: Jelang Puncak El Nino, Harga Beras Naik pada Juli 2023)