Menurut data Climate Watch, sepanjang 2020 Indonesia menghasilkan emisi gas rumah kaca sebanyak 1,48 gigaton ekuivalen karbon dioksida (Gt CO2e).
Angka itu setara 3,1% dari total emisi global pada 2020, dan menjadikan Indonesia sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ke-6 dunia, setelah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Uni Eropa, dan Rusia.
(Baca: 10 Negara dengan Emisi PLTU Batu Bara Terbesar di Dunia, Ada Indonesia)
Pada 2020 mayoritas atau 44% emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari sektor energi, dengan volume 650,05 juta ton ekuivalen karbon dioksida (Mt CO2e).
Kemudian 34% berasal dari penggunaan lahan/sektor kehutanan (499,34 Mt CO2e), 10% dari pertanian (154,3 Mt CO2e), 9,4% dari sampah (138,21 Mt CO2e), dan 2,3% dari proses industri (33,92 Mt CO2e).
Secara kumulatif, emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2020 berkurang 22% dibanding 2019.
Namun, pengurangan itu terjadi karena situasi pandemi Covid-19, yang memicu pembatasan aktivitas industri dan mobilitas masyarakat di berbagai wilayah Nusantara.
Tren serupa juga terjadi di tingkat global. "Berkurangnya penggunaan bahan bakar minyak di sektor transportasi menyumbang 50% lebih dari total penurunan emisi global pada 2020," kata International Energy Agency (IEA) dalam laporan CO2 Emissions in 2020.
Namun, menurut data terbaru IEA, dalam dua tahun terakhir emisi dari sektor energi dan aktivitas industri global sudah meningkat lagi, seiring dengan meredanya pandemi.
"Emisi karbon dioksida dari pembakaran energi dan proses industri global meningkat pada 2022, mencapai rekor tertinggi baru sepanjang sejarah," kata IEA dalam laporan CO2 Emissions in 2022.
Adapun sampai pertengahan September 2023 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum memublikasikan data terbaru emisi gas rumah kaca nasional periode 2020-2022.
(Baca: Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia, dari Era SBY sampai Jokowi)