Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 249 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 68 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (24/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 249 titik panas terdeteksi, 5 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 212 titik skala sedang, dan 32 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Inilah 10 Gempa Bumi Terbesar Sepanjang Sejarah, Dua di Antaranya dari Indonesia)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 80 titik. Sulawesi Selatan menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 41 titik. Sulawesi Tengah berada di posisi ketiga sebanyak 36 titik panas.
Sebanyak 20 titik panas terdeteksi di Maluku Utara, Kalimantan Timur menyusul dengan 16 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur masing-masing memiliki 12 dan 10 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Gempa Bumi hingga Kekeringan, Ini Bencana Alam yang Sering Terjadi di Indonesia hingga Pertengahan 2023)