Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Wahana Visi Indonesia (WVI), dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melakukan riset terkait implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan pendekatan partisipasi anak.
Ada dua pendekatan yang dilakukan, yaitu mendengarkan suara anak (LtC) dalam bentuk survei dan penelitian dipimpin oleh anak (CLR) dalam bentuk focus group discussion (FGD).
Hasil Kajian Suara Anak: Mengedepankan Perspektif Anak dalam Program Makan Bergizi Gratis lantas menemukan, 35,2% dari 1.624 responden remaja penerima MBG mengaku tidak menghabiskan makanannya.
Ketika ditanya alasan tidak menghabiskan MBG, jawaban terbanyak adalah sudah kenyang dan makanan basi atau berbau.
Berikut alasan responden tidak menghabiskan MBG, menurut survei KPAI, CISDI, dan WVI:
- Sudah kenyang: 19,9%
- Makanan basi/berbau: 19,6%
- Rasanya tidak enak: 16,6%
- Hambar/tidak ada rasa: 8,9%
- Tidak suka menunya: 8%
- Lain-lain: 15,2%
Dalam laporannya, tiga organisasi ini menjelaskan, kualitas makanan yang buruk tidak hanya berupa makanan basi dan berbau.
“Namun juga ditemukan hewan seperti ulat, belatung, dan serangga di makanan,” tulis tim riset dalam laporan kajiannya.
Hasil survei pun senada dengan FGD, yang sebagian besar anak mengeluhkan kualitas makanan, baik dari segi mutu, bahan, dan cara pengolahan.
Survei dilakukan secara daring pada 11 Juli-1 Agustus 2025, melibatkan 1.624 responden berusia 12-17 tahun dari 12 provinsi di Indonesia, dan menggunakan metode convenience sampling.
Kriteria lain responden adalah menerima program MBG lebih dari sekali. Lantaran usia responden 12-17 tahun, maka survei tidak mewakili MBG untuk balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan situasi MBG di sekolah dasar atau setara.
(Baca: Survei: 35,9% Remaja RI Penerima MBG Pernah Dapat Makanan Basi)