Menurut pantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), ada 66 peristiwa penyiksaan oleh aparat negara selama periode Juni 2024-Mei 2025.
Penyiksaan oleh aparat negara yang dimaksud adalah tindakan yang memenuhi tiga unsur berikut:
- Tindakan yang menimbulkan penderitaan;
- Bertujuan untuk memperoleh pengakuan atau sebagai bentuk penghukuman atau diskriminasi;
- Dilakukan oleh atau atas hasutan atau persetujuan pejabat publik atau aparat negara.
"Laporan ini mendokumentasikan peristiwa penyiksaan yang dilakukan oleh aparat negara, seperti anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta petugas lembaga pemasyarakatan (lapas)," kata Kontras dalam laporan Negara Tidak Berbenah, Penyiksaan Terus Berulang (Juni 2025).
Selama periode Juni 2024-Mei 2025, penyiksaan oleh aparat negara paling banyak dilakukan anggota Polri, dengan jumlah 36 peristiwa.
Ada pula kasus serupa yang dilakukan anggota TNI 23 peristiwa, dan petugas lapas 7 peristiwa.
"Peristiwa penyiksaan tersebut menyebabkan 139 orang menjadi korban. Pemantauan Kontras mencatat sebanyak 23 korban meninggal dunia dan 116 lainnya luka-luka," kata Kontras.
Menurut temuan Kontras, dari 139 korban penyiksaan oleh aparat negara, 114 korban merupakan warga sipil biasa, dan 25 korban merupakan tersangka tindak pidana atau terpidana yang sedang menjalani masa hukuman di lapas.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa tindak penyiksaan yang terjadi tidak hanya dialami oleh pelaku atau tersangka tindak pidana, namun juga warga sipil biasa," kata mereka.
Kontras juga menemukan, penyiksaan ini paling banyak dilakukan dengan motif untuk mengejar pengakuan, dengan jumlah 41 peristiwa. Sebanyak 28 peristiwa di antaranya dilakukan anggota Polri, 11 peristiwa oleh prajurit TNI, dan 2 peristiwa oleh petugas lapas.
Kontras menghimpun data ini dari hasil wawancara dengan berbagai lembaga negara yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), lembaga negara terkait lainnya melalui mekanisme keterbukaan informasi publik, pemberitaan media massa, serta informasi dari media sosial yang telah diverifikasi.
(Baca: Isu yang Memicu Pelanggaran Kebebasan Sipil di Indonesia Semester I 2025)