Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), ada berbagai pelanggaran kebebasan sipil yang terjadi di Indonesia pada semester I 2025.
Pelanggaran kebebasan sipil adalah pembatasan hak asasi manusia (HAM) dalam konteks berekspresi, berkumpul, dan berpendapat, baik yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara.
"Jaminan atas kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, dan berpendapat di muka umum menjadi indikator utama dalam menilai kualitas demokrasi suatu negara," kata Kontras dalam laporan Pemantauan Situasi Kebebasan Sipil di Indonesia (Juli 2025).
(Baca: Jenis Pelanggaran Kebebasan Sipil di Indonesia Semester I 2025)
Pada paruh pertama tahun ini, pelanggaran kebebasan sipil paling banyak terkait dengan isu rancangan undang-undang (RUU) dan undang-undang (UU) TNI baru, yakni UU Nomor 3 Tahun 2025.
Aturan baru tersebut menambah jumlah jabatan sipil yang bisa diduduki militer. Sebelumnya, prajurit TNI aktif hanya bisa ditempatkan di 10 kementerian/lembaga. Namun, kini jatahnya ditambah menjadi 14 kementerian/lembaga.
UU TNI baru juga memperpanjang batas usia pensiun bagi prajurit, serta menambah tugas TNI dalam operasi militer selain perang.
Selain soal militer, pelanggaran kebebasan sipil semester I 2025 cukup banyak dipicu ekspresi warga tentang isu sumber daya alam dan ketenagakerjaan.
"Isu-isu strategis tertentu menjadi titik tekan bagi warga negara untuk mengekspresikan pendapatnya di ruang publik. Namun, alih-alih mendapatkan ruang partisipasi yang dijamin secara konstitusional, ekspresi masyarakat justru direspons dengan tindakan represif," kata Kontras.
"Penolakan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, serta kritik terhadap reformasi sektor keamanan yang tidak akuntabel, dijawab dengan kriminalisasi, pembubaran aksi damai, dan bentuk intimidasi lain," lanjutnya.
(Baca: Polri: Pelaku Utama Pelanggaran Kebebasan Sipil Semester I 2025)