Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), ada berbagai pelanggaran kebebasan sipil yang terjadi di Indonesia pada semester I 2025.
Pelanggaran kebebasan sipil adalah pembatasan hak asasi manusia (HAM) dalam konteks berekspresi, berkumpul, dan berpendapat, baik yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara.
"Jaminan atas kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, dan berpendapat di muka umum menjadi indikator utama dalam menilai kualitas demokrasi suatu negara," kata Kontras dalam laporan Pemantauan Situasi Kebebasan Sipil di Indonesia (Juli 2025).
(Baca: Jenis Pelanggaran Kebebasan Sipil di Indonesia Semester I 2025)
Pada paruh pertama tahun ini, pelaku pelanggaran kebebasan sipil paling banyak berasal dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Berikut rincian kategori pelaku pelanggaran kebebasan sipil di Indonesia pada semester I 2025, menurut temuan Kontras:
- Polri: 52 peristiwa
- Orang tak dikenal: 14 peristiwa
- Pemerintah: 6 peristiwa
- TNI: 4 peristiwa
- Swasta: 4 peristiwa
- Organisasi masyarakat: 1 peristiwa
Berdasarkan temuan ini, Kontras mendorong adanya reformasi mendalam di institusi kepolisian.
"Polri diberikan mandat konstitusional sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sekaligus sebagai aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana nasional. Namun, mandat ini tidak bersifat absolut. Ia harus dijalankan secara seimbang dengan prinsip-prinsip HAM, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, serta hak atas perlakuan yang adil dan tidak sewenang-wenang dalam proses hukum," kata Kontras.
"Sayangnya, sepanjang semester pertama tahun 2025, Kontras mencatat adanya pelanggaran sistematis oleh Polri dalam menjalankan kewenangan tersebut, terutama melalui tindakan penangkapan sewenang-wenang, pembubaran paksa aksi unjuk rasa, serta penggunaan kekuatan berlebihan yang berdampak pada jatuhnya korban luka dan pelanggaran hak-hak dasar warga negara," kata mereka.
(Baca: Kekerasan yang Dilakukan Anggota Polri, Mayoritas Penembakan)