Menurut pantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), ada 602 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri sepanjang Juli 2024-Juni 2025.
Kekerasan paling banyak berupa penembakan, yakni 411 peristiwa, yang 37 di antaranya merupakan extrajudicial killing atau pembunuhan yang dilakukan aparat di luar proses hukum.
"Hal tersebut kembali menunjukkan bahwa penggunaan senjata api masih menjadi faktor kontributif terbesar dalam terjadinya peristiwa kekerasan," tulis Kontras dalam Kertas Kebijakan Hari Bhayangkara 2025.
Menurut Kontras, mayoritas korban penembakan oleh anggota Polri adalah terduga pelaku tindak pidana, khususnya terduga pelaku pencurian atau pencurian dengan kekerasan (begal).
Kontras mengungkapkan, Pasal 8 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 mengatur bahwa penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan terduga pelaku.
Namun, dalam banyak peristiwa, Kontras menilai penembakan yang dilakukan anggota Polri tidak bisa dikualifikasi sebagai noodweer (pembelaan terpaksa) atau noodweer-excess (pembelaan darurat yang melampaui batas).
"Apabila merujuk kasus-kasus yang dipantau Kontras, para pelaku dilumpuhkan karena alasan melarikan diri dan memberikan perlawanan saat penangkapan, walau para terduga pelaku tidak bersenjata," kata Kontras.
Selain penembakan, beberapa anggota Polri juga tercatat melakukan penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, dan kekerasan lainnya.
Berikut daftar lengkap jenis kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri selama Juli 2024-Juni 2025, berdasarkan pantauan Kontras:
- Penembakan: 411 peristiwa
- Penganiayaan: 81 peristiwa
- Penangkapan sewenang-wenang: 72 peristiwa
- Pembubaran paksa: 42 peristiwa
- Penyiksaan: 38 peristiwa
- Intimidasi: 24 peristiwa
- Kriminalisasi: 9 peristiwa
- Kekerasan seksual: 7 peristiwa
- Tindakan tidak manusiawi: 4 peristiwa
Kontras menghimpun data ini dari pemberitaan media yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers; pendampingan kasus yang ditangani Kontras sebagai lembaga advokasi HAM; jaringan lokal Kontras; serta Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008.
(Baca: Survei: Pengangguran hingga Peran Aparat Faktor Kemunculan Premanisme)