Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 110 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 16 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (29/12/2024) pukul 11.08 WIB. Dari 110 titik panas terdeteksi, 2 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi dan 108 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Tren Letusan Gunung Berapi dalam Beberapa Tahun Terakhir)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Bengkulu sebanyak 58 titik. Jambi menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 14 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 10 titik panas.
Sebanyak 7 titik panas terdeteksi di Sumatera Barat, Kalimantan Barat menyusul dengan 7 titik panas, serta Riau dan Kalimantan Tengah masing-masing memiliki 5 dan 4 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Negara dengan Gunung Berapi Aktif Terbanyak di Dunia, Indonesia Pertama)