Green sukuk atau sukuk hijau merupakan Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi pemerintah yang berbasis syariah.
Tak seperti obligasi biasa, dana investasi yang terkumpul melalui sukuk hijau hanya digunakan untuk membiayai proyek ramah lingkungan, seperti pembangunan transportasi publik, energi terbarukan, manajemen limbah, dan sebagainya.
Saat ini pemerintah Indonesia memiliki tiga jenis sukuk hijau, yakni Global Green Sukuk, Project-Based Green Sukuk, dan Retail Green Sukuk.
Global Green Sukuk diterbitkan bagi investor internasional. Kemudian Project-Based Green Sukuk diterbitkan bagi investor individual maupun institusi, khusus untuk membiayai proyek-proyek tertentu.
Sedangkan Retail Green Sukuk atau sukuk hijau ritel khusus ditujukan bagi investor individual warga negara Indonesia.
(Baca: Indonesia Raih Investasi US$6,9 Miliar dari Green Sukuk)
Adapun sukuk hijau ritel seri ST009 yang diterbitkan pada November 2022 paling laris di kalangan milenial.
Menurut laporan Kementerian Keuangan, lebih dari separuh atau 53,89% investor ST009 berasal dari generasi kelahiran 1981-1996 tersebut.
Berikutnya ada 26,7% investor ST009 dari generasi X (kelahiran 1965-1980), dan 16,28% Baby Boomer (kelahiran 1946-1964).
Sementara investor ST009 dari generasi Z (kelahiran 1997-2012) dan tradisionalis (kelahiran 1922-1945) proporsinya jauh lebih kecil seperti terlihat pada grafik.
Sukuk hijau ritel ST009 memiliki kupon atau imbal hasil minimal 6,15% dengan sistem floating with floor dan tenor 2 tahun. Sukuk seri ini akan jatuh tempo pada November 2024.
Berdasarkan data perusahaan jasa keuangan Bareksa, imbal hasil ST009 sempat naik menjadi 7,4% pada periode November 2023-Februari 2024, seiring dengan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6% mulai Oktober 2023.
(Baca: BI Tahan Suku Bunga Acuan 6% pada Maret 2024)