Ipsos dan UNESCO melakukan survei terkait sumber informasi yang dianggap menjadi ladang berita bohong atau hoaks di 16 negara.
Hasilnya, mayoritas atau 68% responden menilai hoaks paling banyak menyebar di media sosial seperti Facebook, YouTube, X/Twitter, Instagram, TikTok, dan lainnya.
Grup aplikasi pesan online seperti WhatsApp, Telegram, dan sebagainya juga dianggap banyak menjadi sarana penyebaran hoaks. Hal ini dinyatakan oleh 38% responden.
Kemudian 20% responden menganggap berita bohong banyak tersebar di situs/aplikasi media massa, 19% di televisi, dan 11% responden menilai hoaks banyak menyebar dari diskusi dengan teman, keluarga, atau kolega.
Sementara, responden yang menganggap hoaks banyak tersebar di koran/majalah ada 10%, dan di radio proporsinya paling kecil yakni 4%.
Survei ini melibatkan 8.000 responden berusia 18 tahun ke atas yang tersebar di 16 negara (500 responden per negara). Lokasi survei yang dipilih adalah negara-negara yang akan menggelar pemilihan umum pada 2024, termasuk Indonesia.
Koleksi data dilakukan pada 22 Agustus-25 September 2023 melalui wawancara online, dan setiap responden bisa memilih maksimal 2 jawaban.
(Baca juga: Pengguna Twitter Lebih Khawatir Terhadap Berita Asli dan Hoaks di Internet)