Berdasarkan laporan survei Litbang Kompas bertajuk Tantangan Menepis Polarisasi Politik Pemilu 2024, terekam sejumlah penyebab yang dianggap publik sebagai faktor penyebab keterbelahan atau polarisasi politik.
Hasil survei menunjukan, 56% dari total responden merasa khawatir akan adanya polarisasi politik pada masa Pemilu 2024.
Sebanyak 27,1% responden juga menilai, sikap saling tidak menghargai pilihan atau intoleransi jadi sumber utama terjadinya polarisasi ketika pemilu.
"Dari survei kali ini terlihat bahwa toleransi atau sikap menghargai pilihan orang lain menjadi faktor paling penting yang harus dijaga untuk mencegah terjadinya keterbelahan," tulis Litbang Kompas dalam laporannya pada Minggu (10/7/2023).
Faktor kedua penyebab polarisasi politik adalah hoaks atau berita bohong, dengan persentase sebesar 22%.
Adapun 18% responden menyatakan bahwa sikap para elite politik justru cenderung memecah belah masyarakat.
"Hampir seperlima responden meyakini, polarisasi politik disebabkan ulah politisi yang provokatif. Hal ini diperkuat juga dengan alasan lain, yakni munculnya fanatisme politik yang berlebihan (16%)," kata Litbang Kompas.
Selain itu, buzzer di media sosial juga dianggap menjadi faktor penyebab polarisasi politik dengan persentase sebanyak 6,5%.
Meski jumlahnya tidak begitu besar, tetapi keberadaan buzzer atau influencer di media sosial akan memicu polarisasi politik pada masa pemilu mendatang.
Survei ini melibatkan 507 responden yang tersebar dari 34 provinsi di Indonesia. Sampel ditentukan secara acak sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Koleksi data dilakukan dalam periode 19-21 Juni 2023 menggunakan metode wawancara melalui telepon. Survei ini memiliki margin of error sekira 4,35% dan tingkat kepercayaan 95%.
(Baca juga: Bukan Publik Figur, Justru Keluarga yang Paling Memengaruhi Keputusan Memilih Partai Politik)