Hukum Indonesia belum sepenuhnya menjamin kesetaraan gender di bidang ekonomi. Hal ini terlihat dari laporan Women, Business, and the Law 2023 yang dirilis Bank Dunia, Kamis (2/3/2023).
Setiap tahunnya Bank Dunia menilai kemampuan hukum negara-negara dalam menjamin kesetaraan hak ekonomi laki-laki dan perempuan. Penilaian didasarkan pada ada atau tidaknya aturan hukum terkait delapan indikator berikut:
- Jaminan kebebasan mobilitas perempuan
- Perlindungan perempuan dan kesetaraan di tempat kerja
- Kesetaraan upah
- Kesetaraan dalam hubungan perkawinan
- Kesetaraan dalam pengasuhan anak
- Kesetaraan kesempatan berbisnis
- Kesetaraan hak kepemilikan aset
- Kesetaraan tunjangan pensiun
Bank Dunia kemudian memberi skor 0-100 untuk tiap negara. Skor "0" diartikan sebagai tidak adanya jaminan, sedangkan skor "100" berarti negara telah memberi jaminan penuh.
Dengan sistem penilaian tersebut, Indonesia mendapat skor kumulatif 70,6 pada 2023, membaik dibanding tahun lalu yang masih 64,4.
Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia masih cukup tertinggal hingga berada di peringkat ke-8 dari 11 negara ASEAN.
Negara ASEAN yang meraih skor tertinggi adalah Laos, sedangkan yang terendah Malaysia seperti terlihat pada grafik.
"Ketika hukum negara membatasi perempuan, gagal melindungi perempuan dari kekerasan, atau mendiskriminasi mereka di tempat kerja, maka perempuan cenderung tidak berpartisipasi penuh dalam ekonomi," kata Bank Dunia dalam laporannya.
"Perekonomian akan menjadi lebih dinamis, kuat, dan tangguh ketika semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, dapat berkontribusi dengan setara," lanjutnya.
(Baca: Ini Progres Hukum Kesetaraan Gender Indonesia menurut Bank Dunia)