Menurut Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), sebanyak 569 pengungsi Rohingya tewas atau hilang di kawasan laut Asia Tenggara sepanjang 2023.
UNHCR menyatakan, angka tewas atau hilang tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2014.
(Baca: Bangladesh hingga Indonesia Jadi Suaka bagi Pengungsi Rohingya)
Berdasarkan data UNHCR, sepanjang 2023 sekitar 4.490 pengungsi Rohingya naik perahu menyeberangi Laut Andaman dan Teluk Benggala menuju sejumlah negara Asia Tenggara.
Namun, yang berhasil mendarat hanya sekitar 3.921 orang.
UNHCR pun menilai hal ini menjadikan Laut Andaman dan Teluk Benggala sebagai salah satu perairan paling mematikan di dunia.
"Kami memperkirakan satu orang Rohingya meninggal atau hilang untuk setiap delapan orang yang melakukan perjalanan pada 2023," kata UNHCR dalam siaran pers, Selasa (23/1/2024).
"Angka-angka ini menjadi pengingat yang mengerikan, bahwa kegagalan menyelamatkan orang-orang yang kesusahan akan mengakibatkan kematian,” kata mereka.
Menurut UNCHR, ada banyak pengungsi Rohingya yang meninggal karena tidak adanya upaya penyelamatan dari negara-negara terdekat.
Mereka pun mengimbau kepada otoritas pesisir regional untuk mengambil tindakan terhadap para pengungsi Rohingya.
"Menyelamatkan nyawa dan menyelamatkan mereka yang berada dalam kesulitan di laut adalah kewajiban kemanusiaan dan tugas jangka panjang berdasarkan hukum maritim internasional," kata UNHCR.
Menurut UNHCR, mayoritas atau 66% pengungsi Rohingya yang melakukan perjalanan laut pada 2023 adalah anak-anak dan perempuan.
Mereka berupaya kabur dari kamp pengungsian yang padat di Bangladesh, dan melarikan diri dari penganiayaan di negara asal mereka, Myanmar.
(Baca: Kekerasan terhadap Etnis Rohingya, dari Pembunuhan sampai Mutilasi)