Penumpang transportasi publik Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Fase 1 rute Lebak Bulus Grab-Bundaran HI tumbuh pesat pada 2023.
Namun, laba PT MRT Jakarta (Perseroda) selaku pengelolanya menyusut signifikan.
(Baca: MRT Makin Populer, Penumpangnya Tumbuh Pesat pada 2023)
Pada 2023 PT MRT Jakarta meraih laba tahun berjalan Rp18,92 miliar, turun 81,98% dibanding 2022 (year-on-year/yoy).
Menurut manajemen, hal tersebut terjadi karena total pendapatan mereka turun, dipengaruhi berkurangnya subsidi, pendapatan non-tiket, dan kendala pengelolaan Kawasan Berorientasi Transit (KBT).
Total pendapatan PT MRT Jakarta pada 2023 turun 7,8% (yoy) menjadi Rp1,35 triliun.
Hal itu terkait dengan pendapatan subsidi yang turun 8% (yoy) menjadi Rp743 miliar, dan pendapatan non-tiket yang turun 28,8% (yoy) menjadi Rp358,4 miliar.
Sejak MRT pertama kali beroperasi pada 2019, sekitar 55% sampai 60% pendapatan utama MRT memang berasal dari subsidi.
Menurut Direktur Utama MRT Jakarta Tuhiyat, jika tidak disubsidi, tarif MRT rute terjauh mencapai Rp31.000, sekitar 55% lebih mahal dari harga jual saat ini yang hanya Rp14.000.
Kemudian dalam aspek pengelolaan KBT yang berimbas pada laba perseroan, ada sejumlah kendala terkait perizinan, di antaranya perizinan reklame untuk merealisasikan kegiatan komersial.
(Baca: 91% Pekerja Komuter Indonesia Naik Kendaraan Pribadi)