Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) melaporkan, proporsi penduduk perkotaan Indonesia yang tinggal di daerah kumuh, permukiman informal, atau perumahan tidak layak sebanyak 30,6% dari total penduduk pada 2018. Proporsi ini meningkat 7,6 poin dari 23% pada 2010.
Kenaikan proporsi tersebut merupakan tertinggi kedua di Asia Tenggara. Sementara kenaikan tertinggi dialami Myanmar. Tercatat proporsi penduduk perkotaan yang bermukim di wilayah kumuh Myanmar sebesar 56,1% pada 2020. Angka ini meningkat 15,1 poin dari 41% pada 2010. Kemudian, Filipina mencatatkan kenaikan 2 poin dari 40,9% pada 2010 menjadi 42,9% pada 2018.
Adapun, negara lainnya mengalami penurunan dalam rentang 2010-2018. Vietnam mengalami penurunan terbesar sebesar 21,4 poin dari 35,2% pada 2010 menjadi 13,8%. Penurunan tertinggi selanjutnya disusul Laos sebesar 10,3 poin menjadi 21,1% dan Kamboja 10 poin menjadi 45,1%.
Permukiman kumuh perkotaan menjadi permasalahan di berbagai kota di dunia. Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjelaskan, jika pertumbuhan lingkunan permukiman kumuh ini dibiarkan, maka derajat kualitas hidup masyarakat miskin akan tetap rendah.
Sebagai contoh, situasi ini berpeluang menyebabkan kebakaran, tindakan kriminalitas, terganggunya norma tata susila, tidak teraturnya tata guna tanah, dan sering menimbulkan banjir yang akhirnya menimbulkan degradasi lingkungan yang semakin parah.
(Baca: 7.055 Kawasan Jadi Prioritas Penanganan Kota Kumuh)