Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 176 pejabat daerah terjerat kasus korupsi sepanjang periode 2004-2022. Rinciannya, terdapat 22 gubernur dan 154 walikota/bupati dan wakil yang juga berurusan dengan KPK.
Jumlah tersebut belum termasuk jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sebanyak 310 wakil rakyat juga terjerat korupsi pada periode yang sama. Banyaknya pejabat daerah yang terjerat KPK salah satu faktornya karena biaya politik yang mahal.
Wakil Ketua KPK Ghufron mengatakan modal puluhan hingga ratusan miliar yang dikeluarkan calon kepala daerah mengakibatkan proses politik menjadi transaksi bisnis. Berdasarkan survei KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), calon bupati /walikota dibutuhkan dana Rp20-30 miliaruntuk mencalonkan diri. Sementara untuk menjadi gubernur atau wakilnya butuh Rp100 miliar.
Hal itu menjadi tidak masuk akal karena gaji mereka dalam lima tahun menjabat sebagai kepala daerah tidak sebanding dengan pengeluaran ketika Pemilu.
“Hal ini mengakibatkan proses politik yang semestinya dilakukan secara hati nurasi kemudian menjadi transaksi bisnis,” ujar Ghufron seperti yang dilansir Kompas.com, Minggu (18/9/2022).
Untuk itu, KPK Bersama Kementerian Dalam Negeri mendorong agar bantuan keuangan partai politik yang saat ini hanya sebesar Rp1.000 per suara sah nasional, kemudian Rp1.200-Rp1500 per suara sah di daerah dinaikkan menjadi Rp3.000 per suara sah untuk DPR RI.
Namun, dengan naiknya bantuan keuangan bagi partai politik belum tentu akan mengurangi kasus korupsi di tanah air. Perlu pemberatan hukuman pidana kasus korupsi agar bisa memberi efek jera bagi pelaku korupsi. Yang terjadi justru para pelaku tindak pidana korupsi justru mendapat keringanan hukuman.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi tersangka dalam dugaan penerimaan gratifikasi perizinan serta pengadaan barang dan jasa pembangunan infrastruktur.
(Baca: Indeks Perilaku Anti Korupsi Kian Membaik pada 2022)