Pemerintah sudah menyerahkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR pada 6 Juli 2022.
Namun, menurut hasil survei Litbang Kompas, ada 17,6% responden yang menyatakan tak setuju dengan pengesahan RKUHP.
Di antara responden yang tidak setuju ini, 70,7% menganggap RKUHP masih memuat pasal yang "mengganjal" atau bermasalah.
Beberapa contoh pasal yang dinilai bermasalah adalah pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden (Pasal 218), penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240, 241), serta larangan penghasutan untuk melawan penguasa umum (Pasal 246-248).
"Definisi dari tindak pidana yang ada dalam pasal-pasal tersebut masih abu-abu sehingga rawan menimbulkan kriminalisasi," demikian dikutip dari laporan survei Litbang Kompas yang dipublikasikan Kompas.id, Senin (11/7/2022).
Kemudian ada 12,4% yang tak setuju pengesahan RKUHP karena merasa tak dilibatkan. Sementara 7,8% tak setuju karena RKUHP pernah mendapat penolakan besar-besaran sebelumnya.
Lalu sebanyak 0,3% responden mengatakan alasan-alasan lainnya dan 8,8% responden tidak tahu.
Survei ini dilakukan pada 25-28 Juni 2022 terhadap 504 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi Indonesia. Sampel ditentukan secara acak dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error kurang lebih 4,37%.
(Baca: Indeks Demokrasi Dunia 2021, Indonesia Masih Dinilai Lemah)